Cigudeg Kreatif: Gerakan Lokal dan Kontribusi untuk Kabupaten Bogor Barat
Kreativitas dan ide segar yang dipadukan dengan konsep dalam bentuk inovasi gerakan muda. Itulah yang dilakukan Rizky Muhammad.
Bukan suatu kebetulan dan terjadi begitu saja, meminjam istilah anak-anak muda ‘sebuah nama sebuah cerita’ yang sempat jadi tren di kalangan para pecinta musik nusantara, Cigudeg menyimpan catatan sejarah dan sampai saat ini terus terukir sejarah dan sampai nanti. Buah karya cipta dan ide tersebut adalah Pondok Bambu sebagai Rumah Kreatif Pemuda dan Mahasiswa untuk wilayah Cigudeg. Saat ini bukan hal yang mudah untuk melakukan sebuah gerakan kreatif di daerah. Dan anak muda yang biasa dipanggil Kiki/Qinoy mewujudkan hal itu. Obrolan ringan dari rumah ke rumah, warung kopi sampai ke Pasar Cigudeg mampu menghimpun kekuatan kreatif yang tidak bisa dibilang kecil.
Terbukti dalam sebuah karya ‘History Of Cigudeg’ buku yang bercerita soal Cigudeg masa lalu dan saat ini. Kaum muda yang dihimpun saat bulan Ramadhan tahun lalu ‘didistribusikan’ ke 15 desa yang termasuk dalam wilayah administratif Kacamatan Cigudeg dalam menghimpun data, mengumpulkan cerita, dan wawancara dari para sesepuh/tokoh di tiap desa. Jika anda pernah sengaja main atau yang berada di Kecamatan Cigudeg tentu mengetahui jarak tempuh dan medan yang dilalui untuk menembus batas-batas desa dan kecamatan yang mempunyai ciri khas perkebunan kelapa sawit itu.
Proses Kreatif, tak lama rapat awal Kiki bersama anak-anak muda Cigudeg mengadakan diskusi dan strategi penulisan untuk buku HOC (History of Cigudeg) yang dibantu oleh penulis muda dari Galuga Education Center, Wardi Wardiansyah. Pemerintah Kecamatan mencium gerakan kreatif tersebut, dan dengan sangat bangga meminta Pondok Bambu untuk menggunakan ‘Rumah Dinas Camat’ sebagai basecamp Gerakan kreatif yang Kiki pimpin. Karena ternyata Bapak Camat pun sangat mendukung dunia kreatif, maka beliau menyerahkan radio kecamatan yang menjadi aset kreatif Cigudeg untuk dijadikan alat/media informasi dan komunikasi antar warga masyarakat disana.
Bak gayung bersambut, kawula muda Pondok Bambu menerima kepercayaan itu sebagai suatu bentuk rasa syukur dan apresiasi yang memang seharusnya diberikan oleh Pemerintah di level apapun dalam menyikapi gerakan kreatif anak muda. Bahkan dari Desa Banyu Asih (salah satu desa di Kecamatan Cigudeg) berpartisipasi aktif pula Ahmad Asyari dari awal perjalanan Penyusunan dan pengumpulan data buku HOC meski harus pandai memposisikan waktu diantara aktivitasnya sebagai Ketua Badan Permusyawaratan Desa, memimpin Karang Taruna Desa Banyu Asih sekaligus mengurus Sekolah. Wajar saja Asyari dapat melakukan itu semua karena bekal organisasinya memang bisa dibilang cukup, saat kuliah dia sempat menjadi Presiden Mahasiswa STAI Al Mukhlishin Ciseeng dan Ketua Umum HMI Cabang Kota Bogor Komisariat STAI Al Mukhlishin.
Kiki mengungkapkan, inspirasi awal kenapa buku HOC disusun adalah setelah diluncurkannya buku “Tokoh Yang Namanya Diabadikan di Kota Bogor” yang diterbitkan secara independen oleh Visi Merah Putih yang dipimpin oleh Kun Nurachadijat bersama FKPPI X.05 – Kota Bogor, Purna Paskibraka Indonesia (PPI) Kota Bogor, Lembaga Seni Budaya Mahasiswa Islam (LSMI) HMI Cabang Kota Bogor, dan Adhafilm pada Perayaan HJB Kota Bogor Tahun 2011 silam. Lama menahan diri, buah pikirannya tersebut dibagikan kepada kawan-kawan muda Cigudeg setelah mendapatkan konfirmasi, masukan dan restu menjalankan visi Merah Putih.
Kun Nurachadijat atau biasa disapa Bang Kun mengungkapkan bahwa pemuda merupakan garda terdepan perubahan atau Agent of Social Change, namun dalam hasrat menorehkan diri dalam sejarah perjuangn banyak yang SKIP langsung mengurusi hal-hal skala nasional dalam membangun Indonesia-nya. Mereka lupa, justru jika mengekor para pemuda dengan strategi seperti itu, sangat kader Orba sekali. Karena tidak ubahnya menjadi mercusuar yang bermanfaat mencerahkan yang jauh tapi di tempat ia berdirinya sendiri malah tetap gulita. Dengan mengenal kepribadian diri (wilayahnya), Local Movement membangun ekonomi kreatif dimotori oleh para pemuda kreatif seperti Cigudeg Kreatif salah satunya dengan membuat Buku History Of Cigudeg ini justru ini gerakan perjuangn pemuda yg tepat. Think globally but act locally! Jaman sudah berubah Bung. Ya! Maka bergeraklah mereka (Cigudeg Kreatif) dengan semangat membara.
Cigudeg Kreatif adalah bagian dari Bogor Kreatif (Jaringan Ekonomi Kreatif Bogor Raya), sebuah Local Movement yang menerapkan konsep pengembangan ekonomi kreatif di Bogor. ‘Bob’ Asep Saepudin terus menjaga modal utama mereka, yaitu semangat karya dan gotong royong. Mengerjakan apapun yang paling bisa dilakukan adalah solusi gerakan kreatif. Masyarakat Bogor akan berhimpun pada kerja karya yang terasa, tentu dibangun atas pondasi yang kuat bahwa suatu konsekuensi kerja kreatif adalah terbangunnya pola pikir dan pola gerak kreatif yang mampu menciptakan value. Kekuatan Masyarakat Bogor Barat khususnya terletak pada tersedianya SDM (Sumber Daya Manusia) yang mangaktualisasi dirinya pada kekinian dan menjadikan SDM tersebut sebagai energi yang tak pernah habis. Dalam perjalanannya dari tahun ke tahun, anak-anak muda Cigudeg Kreatif terus melakukan Creative Campaign yang sesuai dengan karakter pemuda dan masyarakat disana, tidak sulit karna merekapun lahir, tumbuh, dan besar di Cigudeg.
Meski masih kuliah di Universitas Ibn Khaldun dan bagian dari Keluarga UKM Seni Budaya Pawon, gerakan kreatif Rizky Muhammad membangun elemen-elemen lokal lainnya dengan #CigudegKreatif. Seniman Cigudeg yang sangat idealis, Mas Agus akrab disapa mengatakan, “Kita mesti membangun (gerakan) ekonomi kreatif agar kita bisa berbagi ilmu untuk menciptakan (bentuk karya) kerajinan yang bisa mendukung budaya nasional.” Dan tak hanya menyampaikan itu, beliau juga siap berkolaborasi dengan para akademisi dan pemerintah lokal seperti yang ditegaskan Kiki bahwa ekonomi kreatif kita dibangun dengan konsep kolaborasi dalam Triple Helix. “Terobosan yang Luar biasa!” ungkap Alit Firmansyah (Ketua KNPI Kecamatan Cigudeg), membuktikan bahwa pemuda kreatif Cigudeg mampu berbuat untuk membangun daerahnya. Perupa yang juga bekerja di PTPN VIII Cigudeg, Irman Syah menegaskan, “Jika kita berkata susah/sulit maka secara fisiologis akan mematikan potensi dan kemampuan yang dimiliki.” Hal ini karena tidak ada yang bisa atau bahkan ahli akan sesuatu tanpa adanya minat atau niat untuk berkemampuan.
Kebahagiaan tersebut juga terucap dari ‘Orang Tua’ Kreatif atau Perempuan Kreatif yang sudah sangat sepuh, Ibu Ajah yang mengisi kesehariannya dengan membuat hand bag dari bahan bekas bungkus kopi. “Emak mah ngaduakeun, mudah-mudahan Kiki sing bisa terus ngabangun kreasi barudak ngora di Cigudeg, atuh keur emak sing kiki geura bisa ngawujudkeun pameran ngarah tas emak bisa laku jeung seueur nu meser,” ujarnya karena Ibu Ajah memang ‘hidup’ dari hasil karyanya itu. Melalui pengajian-pengajian Majelis Ta’lim dan PKK Desa beliau juga memasarkan produknya. Sering terjadi tas yang beliau pakai kemanapun suka langsung ditawar dan dibeli orang. Sambil tersenyum, ia kemudian menjelaskan perjalanan kreatifnya. Ternyata produksinya itu mampu membuat keluarga dan tetangga sekitar ikut berkarya, yang artinya Ibu Ajah telah berhasil menularkan efek kreatifnya. Itu pula yang menjadi bahan ‘ajar’ kiki dalam membangun dunia kreatif disana. Cigudeg Kreatif bagi warga Cigudeg akan menjadi Rumah Besar Masyarakat dalam mengembangkan perekonomian masyarakat Cigudeg di sektor ekonomi kreatif.